A.
Pengertian
Deregulasi perbankan adalah suatu keadaan dimana terjadinya
perubahan peraturan atau kebijakan dalam perbankan, khususnya di
Indonesia.
B.
Deregulasi di Indonesia sejak tahun 1980
1. Paket
Deregulasi 1 Juni 1983 Pada paket deregulasi ini, Bank menentukan sendiri suku
bunga deposito & suku bunga pinjaman. Selain itu juga, deregulasi ini
mempunyai dua pengendalian moneter yaitu pengendalian moneter tanpa menentukan
pagu kredit dan Pengendalian moneter tidak langsung.
2. Paket
Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 Untuk paket kebijaksanaan27 Oktober 1988,
melakukan perluasan jaringan keuangan & perbankan ke seluruh wilayah
Indonesia serta diversifikasi sarana dana untuk kemudahan pendirian bank-bank
swasta baru, pembukaan kantor cabang baru, pendirian lembaga keuangan bukan
bank di luar Jakarta, pendirian BPR, pemberian ijin penerbitan sertifikat
deposito bagi lembaga keu. bukan bank, perluasan tabungan. Di samping itu,
penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2% dan penyempurnaan Open
Market Operation dilakukan oleh paket kebijaksanaan pada 27 Oktober 1988.
3. Paket
Kebijaksanaan 25 Maret 1989 Memuat peleburan usaha (merger) & penggabungan
usaha bank umum swasta nasional, bank pembangunan, BPR, penyempurnaan ketentuan
pendirian & usaha BPR, pemilikan modal campuran, penggunaan tenaga kerja
professional WNA.
4. Paket
Kebijaksanaan 19 Januari 1990 Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana
masyarakat kearah kegiatan produktif & peningkatan pengerahan dana
masyarakat, mengurangi ketergantungan kepada KLBI, kredit kepada KOPERASI,
kredit pengadaan pangan & gula, kredit investasi, kredit umum, KUK dan
Kewajiban bagi bank untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha
kecil & perorangan, juga merupakan target dari paket kebijaksanaan
ini.
5. Paket
Kebijaksanaan 20 Pebruari 1991 Paket Kebijaksanaan ini berisi kelanjutan Pakto
27 1988,yang antara lain ; Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan
dengan prinsip prudential, pengawasan & pembinaan kredit dilakukan dalam
rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat & efisien, maka diperlukan
disentralisasi dalam pelaksanaannya dan emisahan antara pemilikan bank &
manajemen bank secara professional.
6. Paket
Kebijaksanaan 29 Mei 1993 Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha dengan
jalan ; Mendorong perluasan kredit dengan tetap berpedoman pada azas-azas
perkreditan yang sehat, mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit
macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar & kredit perbankan
dalam batas-batas aman bagi stabilitas ekonomi dan pencanangan akan konsep
kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang lebih menekankan kepada kualitas
dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif
bank-bank. Kesimpulan : Deregulasi perbankan yang dilakukan pemerintah melalui
Paket Juni 1983 dan Paket 1988 telah berakibat tingkat persaingan antar bank
menjadi semakin tinggi. Hl ini dikarenakan semakin mudahnya seseorang atau
suatu kelompok membuat bank baru di Indonesia.
Dampak
positifnya adalah dengan deregulasi ini maka kondisi perbankan di Indonesia
sudah semakin maju. Sedangkan dampak negatifnya adalah banyak pengusaha yang
mensalahgunakan bank dan banyaknya tindakan KKN yang disebabkan rendahnya
pengawasan terhadap perbankan Indonesia
C.
Sejarah Perkembangan Bank di Indonesia
Masa
Penjajahan
Sebelum
Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 10 Oktober 1827 di wilayah Hindia Belanda
(Nusantara), sudah didirikan bank oleh pemerintah Hindia Belanda. Bank tersebut
diberi nama De Javasche Bank kedudukan di Batavia (sekarang Jakarta). Bank
tersebut bukanlah milik pemerintah, namun semua pimpinannya diangkat oleh
pemerintah. Tujuan utama pendirian bank tersebut adalah untuk meningkatkan
perekonomian pemerintah Belanda. Pada tahun 1951, De Javashe Bank di
nasionalisasikan diganti namanya menjadi Bank Indonesia. Selain bank yang
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda,ada juga bank yang didirikan oleh
swasta yang dananya berasal dari orang-orang Belanda, Inggris, Jepang, dan
Cina. Bank-bank yang dimiliki oleh orang Belanda adalah:
1.
Nederland Handels Maatschappij (1824).
2. De
Escomptobank N.V (1857), dan
3.
Nationale Handelsbank (1863).
Bank-bank
yang dimiliki oelh orang Inggris adalah:
1. The
Chartered Bank of Hindia.
2.
Hongkong Shanghai Shanghai Banking Banking Corporation.
Bank-bank
yang dimiliki oleh orang inggris adalah:
1. The
Yokohama Shokin Bank, dan
2. The
Mitsui Bank.
Bank-bank
yang dimiliki oleh orang Cina adalah:
1. The
Overseas Chinese Banking Corporation.
2. The
Bank of China.
3. NV
Batavia Bank, dan
4. NV
Bank Vereeninging Oei Tiong Ham.
Keberadaan
bank-bank swasta asing tersebut lebih bersifat menguntungkan orang-orang asing
dan bukunya memajukan perekonomian rakyat Indonesia. Namun, untunglah terdapat
beberapa tokoh (orang indonesia yang memikirkan nasib perekonomian rakyat.
Mereka mendirikan berbagai organisasi yang kegiatannya untuk meningkatkan
perekomonian orang indoensia.
Di
antaraantara sekian banyak organisasi yang muncul di indonesia yang sangat
terkenal adalah:
1.
BankBank Pyiyayi yang didirikan oleh Patih Wiriaatmadja dii Purwokerto tahun
1896.
2.
Indonesia StudyStudy Club, yang dipimpin oleh Dr. Sutomo, mendirikan koperasi,
sekolah tenun, pusat kerajinan, dan bank. Bank yang didirikan di Surabaya
diberi nama Bank Nasional Indonesia pada tahun 1925
3. NV
Bank Boemi di Jakarta yang dipelopori oleh Sumanang.
4.
Bank Nasional Abuan Saudagar di Bukittinggi.
Masa
Kemerdekaan
Setelah
jepang menyerah pada Perang Dunia kedua, Belanda kembali lagi ke Indonesia
dengan membonceng tentara Inggris. Akibanya, wilayah Indonesia saat itu terbagi
menjadi dua, yaitu Daerah Republik yang dikuasai oleh pemerintah Republik
Indinesia dan Daerah Federal yang diduduki oleh Belanda. Di daerah Republik
terdapat bank pemerintah dan bank swasta.
Bank pemerintah
yang ada pada saat itu adalah:
1.
Bank Negara Indonesia (BNI) yang didirikan tanggal 5 juli 1946.
2.
Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang berasal dari De Algemene
Volkscredietbank.
Adapun bank
- bank swasta yang ada pada saat itu adalah:
1. Bank
Surakarta Maskapai Andil Bumi Puteri di Solo.
2.
Bank Indonesia di Palembang.
3.
Indonesia BankingBanking Corporaton di Yogyakarta, dan
4.
Bank Nasional Indonesia di Surabaya.
Di daerah
Federasi terdapat bank yang dimiliki oleh swasta, yakni
1. NV
Bank Soelawesi di Manado.
2. NV
Bank Perniagaan Indonesia.
3. NV
Bank Timoer di Semarang.
4.
Bank Dagang Indonesia VV di Banjarmasin, dan
5.
Kalimantan TradingTrading Corpporation di Samarinda.
Dewasa ini
di Indonesia terdapat banyak bankbank yang dimiliki oleh pemerintah maupun
swasta nasional dan swasta nasional dan swasta asing, namun, menurut fungsinya
bank-bank tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bank Sentral yaitu Bank
Indonesia. Bank Sentral di atur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 1999 tentang Kemandirian Bank Sentral, sedangkan Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Sejumlah pasal UU tersebut mengalami perubahan melalui
Undang-Undang No. Tahun 1998. Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah
berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional.
Pada saat
itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para
pedagang, jalur darat dan jalur laut. Pada masa itu telah terdapat dua kerajaan
utama di nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan
internasional, yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan
tersebut belum ada matamata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun
masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana. Sementara itu pada
abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah
penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk AsiaAsia dan Nusantara.
sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453),
penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian
diikuti oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Kegiatan penjelajahan tersebut
telah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada abad ke 16–17.
Selanjutnya pada akhir abad ke-18 revolusi industri telah berlangsung di Eropa.
Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong
kegiatan ekspor ke wilayah Asia dan Amerika. Pesatnya perdagangan di Eropa
memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal
lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda.
Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of
England (1773), Riskbank (1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi bank
sentral. Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan telah menarik perhatian
bangsa Portugis yang akhirnya pada 1511 berhasil menguasai Malaka.
Mereka terus
bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Di sana Portugis
menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui FilipinaFilipina. Beberapa saat
kemudian bangsa Belanda juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi
perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu
perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, mereka
mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan
mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank
van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening
pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di
Nusantara. Pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan
kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah
Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan HermanHerman William Daendels dan
Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Ratu Inggris mengutus
Sir Thomas Stamford RafflesRaffles untuk memerintah Hindia Timur. Tetapi pemerintahan
Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis
(Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua
wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia
Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh
Komisaris Jenderal (1815–1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der
Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di
Hindia Belanda. Hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang
mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828. Perkembangan II.
Gagasan
pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang
keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda.
Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan penertiban dan
pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada saat yang sama
kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak didirikannya
lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun demikian gagasan
tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa
kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut
memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank
berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau lazim disebut oktroi. Dengan
surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya
DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard
PierrePierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan
No. 28 tentang oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai DJB. Kemudian pada 24
Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25
ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB). Pada saat yang sama juga
diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai
sekretaris DJB. Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam
menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1
Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret
1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan pembaharuan akte pendiriannya
di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Sesuai dengan akte
baru DJB, statusstatus bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.).
Dengan perubahan akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Oktroi
kedelapan adalah oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada
periode oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam
bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas
pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1921
dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.
Perkembanngan III.. Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922
(DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30
April 1927 sertaserta UU 13 November 1930.
Pada
dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB
yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah
dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh
gubernur jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah
direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur,
satu di antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden
pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur
pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara
direksi dan dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di
antaranya bagian ekonomi statistikstatistik, sekretaris, bagian wesel, bagian
produksi, dan bagian efek-efek. Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16
kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin,
Pontianak, Makassar, dan Manado, sertaserta kantor perwakilan di Amsterdam, dan
New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga
lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953. Perkembangan IV
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia
Pasifik. Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia
menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB,
Dr. G.G. van Buttingha Wichers, berhasil memindahkan semua cadangan emasnya ke
Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan lewat pelabuhan
Cilacap. Setelah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara
Jepang memaksa penyerahan seluruh aset bank kepada mereka. Selanjutnya, pada
bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan
pembayaran kewajiban-kewajiban bank.
Beberapa bulan kemudian, pimpinan tentara
Jepang untuk Pulau Jawa, yang berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa
perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris, dan beberapa bank Cina.
Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura
untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di
Kalimantan dan Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo. Fungsi dan
tugas bank-bank yang dilikuidasi tersebut, kemudian diambil alih oleh bank-bank
Jepang, seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, dan Mitsui Bank, yang pernah
ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda ketika mulai pecah perang. Sebagai bank
sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan
tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak
di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Sampai
pertengahan bulan Agustus 1945, telah diedarkan invansion money senilai 2,4
milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, serta dalam nilai
yang lebih kecil di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak tanggal 15 Agustus 1945,
juga masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yang sebagian berasal dari
uang yang ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera serta sebagian lagi dicuri
dari De Javasche Bank Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Hingga bulan Maret
1946, jumlah uang yang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar
delapan milyar gulden. Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan
memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda. Perkembangan V. Setelah
Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945
telah disusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII
pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan
nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan
ekonomi-moneter. Sementara itu dengan membonceng tentara Sekutu, Belanda
kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah
Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu: pemerintahan Republik Indonesia dan
pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Selanjutnya NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta dan
menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih peran Nanpo Kaihatsu
Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah
yang dikuasai oleh NICA. Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring
dengan dua agresi militer yang dilancarkan Belanda kepada Indonesia. Sementara
itu di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, dibentuk Jajasan Poesat
Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian melebur dalam Bank Negara
Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan
terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi.
Namun demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah dapat menerbitkan Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik Indonesia. Periode ini
ditutup dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 yang memutuskan DJB sebagai
bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Bank Negara Indonesia
sebagai bank pembangunan. Perkembangan VI. Pada Desember 1949, Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat
(RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB),
fungsi bankbank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB).
Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950,
pemerintah RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bankbank
sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat
kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia.
Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang
mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Sejak
berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa
Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank
Indonesia. Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, dan
sistem pembayaran berada di tangan pemerintah. Dengan menanggung beban berat
perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada
peningkatan posisi cadangan devisa dan menahan laju inflasi. Sementara itu,
pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat sistem perbankan
Indonesia melalui pendirian bank-bank baru. Sebagai bank sirkulasi, DJB turut
berperan aktif dalam mengembangkan sistem perbankan nasional terutama dalam
penyediaan dana kegiatan perbankan. Banyaknya jenis matamata uang yang beredar
memaksa pemerintah melakukan penyeragaman mata uang. Maka, meski hanya untuk
waktu yang singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yang menggantikan
Oeang Republik Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya. Akhirnya, setelah
sekian lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di Indonesia, Indische
Muntwet 1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal dengan Undang-undang Mata
Uang 1951
Sumber :
http://dairycattlediary.blogspot.com/2012/03/definisi-sifat-fungsi-peranan-dan.html https://ferrylaks.wordpress.com/2010/10/22/deregulasi-bank-di-indonesia/ http://yanuarkemal.blogspot.com/2014/04/sejarah-bank-indonesia.html